Minggu, 01 Januari 2012

HINDARKAN PEMBULIAN DI SEKOLAH



HENTIKAN PEMBULIAN DI SEKOLAH
     
      Sekolah seharusnya menjadi tempat menyenangkan bagi para siswa untuk belajar. Itulah harapan banyak orangtua murid. Tetapi tidaklah demikian dengan salah satu sekolah di Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten. Sekolah ini justru menjadi tempat  menakutkan sekurang-kurangnya bagi anak-anak klas 3 SD. Belasan siswa serentak tidak masuk sekolah  karena diduga  takut  terhadap salah satu siswa yang  suka melakukan kekerasan dan meminta uang. (Harjo Express,30/11-2011).

  Kita sangat menyesalkan kejadian ini. Pihak sekolah tentunya harus bertanggungjawab dan melakukan pengusutan lebih lanjut, karena kejadian ini mengindikasikan adanya suatu tindakan pembulian ( bullying) yaitu suatu tindakan kekerasan yang bisa bersifat fisik-psikologis dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan untuk menyakiti, melukai atau mengancam pihak yang  lemah dan tak berdaya oleh pelaku yang merasa diri sebagai orang kuat atau punya kekuasaan. Jangkauan pembulian ini pun bisa kelompok orang atau orang perorang. Kalau tindakan semacam ini dibiarkan tentu akan mengganggu kegiatan sekolah bahkan  benih-benih kekerasan mulai tumbuh di lingkungan pendidikan.

         Sebetulnya tindakan pembulian di dunia pendidikan bukan perkara baru. Sejak seorang praja dari suatu lembaga pendidikan, Cliff Muntu meninggal dunia 3 April 2007 lalu  akibat kekerasan yang dilakukan oleh para seniornya hingga sampai peristiwa kekerasan di SMAN 70 Jakarta akhir-akhir ini, tindakan pembulian terus menjadi perhatian dan pembicaraan serius di banyak kalangan. Tindakan pembulian mempunyai dampak yang luar biasa selain terhadap pelakunya sendiri tetapi juga pada korbannya. Bahkan lebih jauh bisa mengganggu  kelangsungan pembinaan karakter bangsa yang saat ini sedang digalakan

       Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, tindak pembulian sebenarnya tidak terlalu sulit kita deteksi ketika misalnya ada seorang siswa melakukan tindakan kekerasan dengan memukul, menendang, menggigit, menampar, menjambak rambut, mencakar, termasuk meminta sesuatu dengan paksa terhadap kawannya yang tidak berani melawan. Inilah fenomena tindakan pembulian. Pembulian semacam ini  ( physical bullies) sebetulnya dengan mudah bisa kita identifikasi kalau kita  menemukan luka fisik pada  diri anak.

         Berbeda dengan pembulian fisik. Pembulian kata-kata (verbal bullies)  tidak mudah kita identifikasikan, karena luka yang ditimbulkannya tidak tampak pada fisik melainkan pada  mental anak. Akan tetapi fenomena pembulian itu sendiri bisa kita amati melalui kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu pada umumnya bernada menghina, mencemooh, mengejek, merendahkan, mengancam yang biasanya juga disertai ekspresi muka  atau ekspresi lain seperti meludah, menjulurkan lidah, memandang dengan sinis. Bahkan bisa terjadi bukan dengan kata atau ekspresi muka melainkan dengan suatu tindakan eksklusif mengucilkan teman dari lingkungan pergaulan atau mendiam teman dengan tidak bertegur sapa.

        Pihak sekolah dapat mengamati  apakah suatu tindakan kekerasan termasuk tindakan pembulian seperti di atas misalnya dengan memperhatikan tingkat frekuensinya dan dampak yang ditimbulkannya bagi para korban. Tindakan kekerasan yang berulang-ulang boleh jadi mengisyaratkan sedang terjadi suatu tindakan pembulian. Demikian juga keresahan para siswa baik personal maupun kelompok yang tak kunjung henti harus kita waspadai dan tanggapi dengan serius, sebab kemungkinan juga pada saat itu sedang berlangsung ancaman atau tekanan dari pihak tertentu.

         Bekerja sama dengan  orang tua murid, pihak sekolah  bisa  menganjurkan agar mereka tak segan-segan melaporkan putra-putrinya ke sekolah bila menemukan perilaku atau sikap seperti malas ke sekolah, nilai raport menurun, sering membisu atau mudah marah bila ditanya mengenai kawan-kawannya, sulit tidur atau sering mengigau karena mimpi buruk, mulai tertutup dan  menjauhi pergaulan,  ada bekas-bekas luka fisik dan mungkin juga perlatan sekolah atau apa yang dimiliki rusak atau hilang tanpa sebab.

        Dengan cara demikian pihak sekolah diharapkan bukan saja dapat mengenal dan mungkin juga mengatasi tindakan pembulian, melainkan juga bisa mengantisipasinya dan kemudian melakukan tindak pencegahan dan pengawasan bahkan kemungkinan menciptakan kebijakan menyeluruh terhadap komponen-komponen sekolah dalam rangka menanggulangi tindakan pembulian..

        Di sekolah tertentu ada slogan-slogan yang bertuliskan: “aku malu menyontek”, “aku malu terlambat” dan seterusnya yang bertujuan untuk menumbuhkan  budaya malu pada diri anak atas tindakan pelanggaran aturan. Demikian juga kiranya perlu ada slogan-slogan seperti itu untuk mencegah tindakan pembulian bahkan sebagai bagian dari kebijakan bisa juga sekolah menyelenggarakan seminar-seminar atau pertemuan-pertemuan untuk memperkaya pemahaman mengenai pembulian dan sekaligus untuk menciptakan strategi bagaimana cara menanggulangi pembulian.

        Peristiwa yang terjadi pada salah satu SD di Karangdowo  Klaten bagi kita terutama para pendidik harus menjadi pembelajaran. Kita tidak boleh bergerak hanya karena ada kejadian. Malahan jangan sampai kita dengan mudah membenarkan suatu tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan anak atas nama tindakan kenakalan anak semata-mata. Kita harus mewaspadai dengan bijak setiap tindakan kekerasan untuk mengantisipasi kemungkinan tindakan kekerasan itu berkembang menjadi tindakan pembulian. Tindakan pembulian seperti virus yang mudah berkembang tanpa mudah terdeksi.

        Marilah kita kembalikan kepada makna sekolah dalam arti yang paling mendasar yaitu sebagai tempat kehidupan yang menyenangkan. Sekolah dalam bahasa latin “schola” mempunyai arti  waktu yang bebas. Waktu yang bebas dari kesibukan, waktu yang bebas dari hiruk-pikuk kehidupan. Waktu yang bebas semacam ini bisa  kita maknai sebagai waktu yang melegakan, waktu yang menyenangkan, waktu yang nyaman, waktu dimana tidak ada paksaan atau kekerasan yang menakutkan. Sekolah lalu menjadi tempat kehidupan yang menyenangkan terutama bagi para siswa baik pada waktu proses belajar mengajar berlangsung, interaksi warga sekolah maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Falsafah ini harus kita jaga dengan baik. Karena itu mari kita hentikan tindakan pembulian di sekolah.