HENTIKAN PEMBULIAN DI SEKOLAH
Sekolah seharusnya menjadi tempat
menyenangkan bagi para siswa untuk belajar. Itulah harapan banyak orangtua murid.
Tetapi tidaklah demikian dengan salah satu sekolah di Kecamatan Karangdowo, Kabupaten
Klaten. Sekolah ini justru menjadi tempat menakutkan sekurang-kurangnya bagi anak-anak
klas 3 SD. Belasan siswa serentak tidak masuk sekolah karena diduga takut
terhadap salah satu siswa yang suka
melakukan kekerasan dan meminta uang. (Harjo Express,30/11-2011).
Kita sangat menyesalkan kejadian ini. Pihak
sekolah tentunya harus bertanggungjawab dan melakukan pengusutan lebih lanjut,
karena kejadian ini mengindikasikan adanya suatu tindakan pembulian ( bullying) yaitu suatu tindakan kekerasan
yang bisa bersifat fisik-psikologis dengan menggunakan kekuatan atau kekuasaan
untuk menyakiti, melukai atau mengancam pihak yang lemah dan tak berdaya oleh pelaku yang merasa
diri sebagai orang kuat atau punya kekuasaan. Jangkauan pembulian ini pun bisa
kelompok orang atau orang perorang. Kalau tindakan semacam ini dibiarkan tentu akan
mengganggu kegiatan sekolah bahkan
benih-benih kekerasan mulai tumbuh di lingkungan pendidikan.
Sebetulnya tindakan pembulian di dunia
pendidikan bukan perkara baru. Sejak seorang praja dari suatu lembaga
pendidikan, Cliff Muntu meninggal dunia 3 April 2007 lalu akibat kekerasan yang dilakukan oleh para
seniornya hingga sampai peristiwa kekerasan di SMAN 70 Jakarta akhir-akhir ini,
tindakan pembulian terus menjadi perhatian dan pembicaraan serius di banyak
kalangan. Tindakan pembulian mempunyai dampak yang luar biasa selain terhadap pelakunya
sendiri tetapi juga pada korbannya. Bahkan lebih jauh bisa mengganggu kelangsungan pembinaan karakter bangsa yang saat
ini sedang digalakan
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah,
tindak pembulian sebenarnya tidak terlalu sulit kita deteksi ketika misalnya
ada seorang siswa melakukan tindakan kekerasan dengan memukul, menendang,
menggigit, menampar, menjambak rambut, mencakar, termasuk meminta sesuatu dengan
paksa terhadap kawannya yang tidak berani melawan. Inilah fenomena tindakan
pembulian. Pembulian semacam ini ( physical bullies) sebetulnya dengan mudah
bisa kita identifikasi kalau kita menemukan luka fisik pada diri anak.
Berbeda dengan pembulian fisik. Pembulian
kata-kata (verbal bullies) tidak mudah kita identifikasikan, karena luka
yang ditimbulkannya tidak tampak pada fisik melainkan pada mental anak. Akan tetapi fenomena pembulian
itu sendiri bisa kita amati melalui kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu pada
umumnya bernada menghina, mencemooh, mengejek, merendahkan, mengancam yang
biasanya juga disertai ekspresi muka atau ekspresi lain seperti meludah,
menjulurkan lidah, memandang dengan sinis. Bahkan bisa terjadi bukan dengan
kata atau ekspresi muka melainkan dengan suatu tindakan eksklusif mengucilkan
teman dari lingkungan pergaulan atau mendiam teman dengan tidak bertegur sapa.
Pihak
sekolah dapat mengamati apakah suatu
tindakan kekerasan termasuk tindakan pembulian seperti di atas misalnya dengan
memperhatikan tingkat frekuensinya dan dampak yang ditimbulkannya bagi para
korban. Tindakan kekerasan yang berulang-ulang boleh jadi mengisyaratkan sedang
terjadi suatu tindakan pembulian. Demikian juga keresahan para siswa baik
personal maupun kelompok yang tak kunjung henti harus kita waspadai dan
tanggapi dengan serius, sebab kemungkinan juga pada saat itu sedang berlangsung
ancaman atau tekanan dari pihak tertentu.
Bekerja sama dengan orang tua murid, pihak sekolah bisa menganjurkan agar mereka tak segan-segan
melaporkan putra-putrinya ke sekolah bila menemukan perilaku atau sikap seperti
malas ke sekolah, nilai raport menurun, sering membisu atau mudah marah bila
ditanya mengenai kawan-kawannya, sulit tidur atau sering mengigau karena mimpi
buruk, mulai tertutup dan menjauhi
pergaulan, ada bekas-bekas luka fisik
dan mungkin juga perlatan sekolah atau apa yang dimiliki rusak atau hilang
tanpa sebab.
Dengan cara demikian pihak sekolah
diharapkan bukan saja dapat mengenal dan mungkin juga mengatasi tindakan
pembulian, melainkan juga bisa mengantisipasinya dan kemudian melakukan tindak
pencegahan dan pengawasan bahkan kemungkinan menciptakan kebijakan menyeluruh
terhadap komponen-komponen sekolah dalam rangka menanggulangi tindakan
pembulian..
Di sekolah tertentu ada slogan-slogan
yang bertuliskan: “aku malu menyontek”, “aku malu terlambat” dan seterusnya
yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya
malu pada diri anak atas tindakan pelanggaran aturan. Demikian juga kiranya
perlu ada slogan-slogan seperti itu untuk mencegah tindakan pembulian bahkan
sebagai bagian dari kebijakan bisa juga sekolah menyelenggarakan seminar-seminar
atau pertemuan-pertemuan untuk memperkaya pemahaman mengenai pembulian dan
sekaligus untuk menciptakan strategi bagaimana cara menanggulangi pembulian.
Peristiwa yang terjadi pada salah satu
SD di Karangdowo Klaten bagi kita terutama
para pendidik harus menjadi pembelajaran. Kita tidak boleh bergerak hanya
karena ada kejadian. Malahan jangan sampai kita dengan mudah membenarkan suatu
tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan anak atas nama tindakan kenakalan
anak semata-mata. Kita harus mewaspadai dengan bijak setiap tindakan kekerasan
untuk mengantisipasi kemungkinan tindakan kekerasan itu berkembang menjadi
tindakan pembulian. Tindakan pembulian seperti virus yang mudah berkembang
tanpa mudah terdeksi.
Marilah kita kembalikan kepada makna
sekolah dalam arti yang paling mendasar yaitu sebagai tempat kehidupan yang
menyenangkan. Sekolah dalam bahasa latin “schola” mempunyai arti waktu yang bebas. Waktu yang bebas dari
kesibukan, waktu yang bebas dari hiruk-pikuk kehidupan. Waktu yang bebas
semacam ini bisa kita maknai sebagai
waktu yang melegakan, waktu yang menyenangkan, waktu yang nyaman, waktu dimana tidak
ada paksaan atau kekerasan yang menakutkan. Sekolah lalu menjadi tempat
kehidupan yang menyenangkan terutama bagi para siswa baik pada waktu proses
belajar mengajar berlangsung, interaksi warga sekolah maupun kegiatan-kegiatan
lainnya. Falsafah ini harus kita jaga dengan baik. Karena itu mari kita hentikan
tindakan pembulian di sekolah.