Rabu, 11 Januari 2012

DANA BOS


 
APA YANG DIHARAPAKAN DARI DANA BOS?

      Belum lama ini pemerintah telah menetapkan alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2012 untuk tingkat SD yang semula Rp. 397,000 menjadi Rp. 580,000 per anak per tahun. Sementara untuk tingkat SMP dari Rp. 570,000 menjadi Rp. 710,000. Secara nasional alokasi dana BOS naik 43,75% dari sebelumnya yaitu  Rp. 16 trilliun menjadi Rp. 23,5 trillun untuk 27,2 juta siswa sekolah  dasar dan 9,4 juta siswa SMP di seluruh Indonesia.

     Menurut pemerintah, kenaikan dana BOS ini dimaksudkan  agar sekolah dapat memenuhi Standar Pelayanan Minimum dan dapat memastikan bahwa program belajar 9 tahun dapat berjalan dengan baik. Bahkan agar dana BOS ini tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah dan tepat penggunaan, maka melalui surat Kementerian dan Kebudayaan RI No. 3581/C3/KU/2011 pemerintah  mengubah mekanisme penyaluran dana BOS  yang semula melalui bendahara Kabupaten/Kota, sekarang tidak lagi melainkan langsung  melalui Kas Umum Negara (KUN) dan kemudian ke Kas Umum Daerah (KUN) Provinsi, dan selanjutnya  disalurkan ke satuan pendidikan dasar (SD dan SMP) baik negeri maupun swasta dalam bentuk hibah.
     Provinsi DI. Yogyakarta tahun 2012 ini memperoleh dana BOS  sebesar Rp. 277,2 milyar untuk 420,959 sekolah. Menurut Koordinator BOS DI.Yogyakarta,  Singgih Rahardjo dari jumlah itu Rp. 260,3 milyar diantaranya akan disalurkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta tingkat SD dan SMP dan sisanya Rp. 16,9 milyar akan digunakan sebagai cadangan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya perubahan jumlah siswa. Belum lagi pemerintah daerah masih juga menyediakan dana operasional sekolah (BOSDA), termasuk untuk SMA/SMK yang saat  ini pengelolaannya mencapai Rp. 73 miliar (Tribun Jogja 22 dan 30/12/2011) Meskipun diperkirakan penambahan dana BOS 2012 ini akan berpengaruh terhadap BOSDA, namun hampir dipastikan pemerintah daerah tetap akan memberikan bantuan dana operasional kepada sekolah pada tingkat SD dan SMP.

     Lalu apa artinya semua ini? Penambahan dana BOS yang cukup besar  dan sudah dimulai sejak Juli  2005 ini tentu harus mempunyai pengaruh terhadap peningkatan akses dan mutu pendidikan dasar 9 tahun. Artinya di satu sisi penanambahan dana BOS ini harus  bisa mengcover semua anak usia sekolah di bumi pertiwi ini untuk bisa menikmati pendidikan seperti diamanakan oleh  UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kita ( UU Sisdiknas). Bahwa  setiap warga negara yang berusia 6 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar (Pasa 34 ayat. Pemerintah pusat dan daerah berkewajiban  menjamin terselenggarakan wajib belajar itu. (Pasal 34 ayat 2 dan 3).

      Tetapi di sisi lain, penambahan dana BOS harus juga membuat mutu pendidikan lebih baik yaitu mutu yang memperlihatkan anak-anak kita memiliki kemampuan intelektual dan karakter yang baik. Sebab kita tahu tujuan pendidikan nasional bukan hanya meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang produknya adalah manusia yang rasioal, kritis dan terbuka, tetapi juga seretak pula menanamkan nilai-nilai moral, iman dan etika yang produknya adalah manusia yang berkarakter, berbudi luhur dan bertaqwa. Ironisnya sudah ratusan triliun rupiah digelontorkan pemerintah untuk biaya operasional sekolah, namun produknya di bidang karakter justru tidak menyolok. Kita bisa menyaksikan betapa maraknya tawuran antar pelajar akhir-akhir ini.  Hal ini bukan saja memperhatinkan tetapi juga merupakan wujud dari kegagalan suatu usaha pembinaan karakter yang biayanya tentu juga berasal dari  dana BOS.

     Selain itu  harus juga dipastikan bahwa  dengan bergulirnya dana BOS yang cukup besar saat ini haruslah tidak ada lagi siswa miskin yang putus sekolah karena tidak mampu membayar pungutan sekolah yang tempo hari masih saja dilakukan oleh pihak-pihak sekolah sekalipun dengan cara yang berbeda-beda. Dan dengan ini juga ditegaskan kembali, pihak sekolah tidak boleh  melakukan pungutan terhadap siswa dalam bentuk dan kepentingan apapun. Bahkan terhadap lulusan sekolah tingkat SD tidak boleh ada  siswa yang karena kemiskinannya atau  karena hal-hal lain tidak bisa melanjutkan sekolah Pihak sekolah mempunyai tanggungjawab untuk mengupayakan kelangsungan pendidikan siswa ini ke sekolah lebih lanjut.

      Tapi bisakah demikian ? Kita tidak bisa menutup mata saat ini toh masih ada anak yang karena kemiskinannya terpaksa tidak bisa bersekolah. Masih adanya juga pungutan sekolah sekalipun itu atas nama Komite Sekolah yang ujung-ujungnya untuk kepentingan sekolah. Lihat saja setiap penerimaan murid baru, masih saja ada pungutan atau sumbangan  untuk pembangunan baik itu untuk sarana prasarana sekolah, tempat parkir, kantin, kamar mandi, pagar  dan lain sebagainya yang aktornya biasanya diperankan oleh Komite Sekolah. Hal semacam ini yang membuat anak miskin takut sekolah.

       Terhadap penanggung jawab sekolah - tentu dalam hal ini adalah para kepala sekolah – penggunaan dana BOS harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Para kepala sekolah tahu betul bagaimana cara penggunaan dana BOS itu  harus dilakukan dan dilaporkan. Tapi pentinglah dalam hal ini mereka  mengedepankan kejujuran dan kebenaran di dalam pelaporan. Di beberapa daerah masih saja ada protes-protes terhadap penggunaan dana BOS.  Ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabel saja tidak cukup tanpa disertai kejujuran dan kebenaran..

      Tapi perlu diingat  bahwa  orangtua murid pun  sebenarnya mempunyai hak untuk mengetahui laporan penggunaan dana BOS seperti halnya pemerintah. Prinsip dasarnya adalah pencantuman nama dan jumlah siswa menjadi syarat mutlak bagi penerimaan dana BOS. Atas nama mereka itulah kemudian sekolah  mendapat biaya operasional. Karena itu orangtua siswa atau siswa mempunyai hak untuk memperoleh laporan atau hak untuk menanyakan penggunaan dana BOS. Apalagi sekolah sebagai badan layanan publik kepadanya melekat keharusan memberikan informasi kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam  UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Inilah yang sering kurang disadari terutama oleh pihak sekolah.

      Komite Sekolah sebagai representatif orangtua murid dalam keterlibatan dengan  pihak sekolah mempunyai peran penting terutama dalam bidang pengawasan, selayaknya peran itu dilakukan dengan memberikan laporan penggunanaan dana BOS dalam periode tertentu kepada orangtua murid sebagai yang direpresentasikan. Jangan sampai sejak penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dibahas  hingga akhir tahun anggaran dana BOS tidak pernah ada laporan. Apalagi dewasa ini memang pembahasan RAPBS di banyak sekolah terkesan tertutup, sehingga tidak mengherankan bila kedepan atau selanjutnya juga tertutup. Komite sekolah lalu menjadi apa yang banyak orang sebut sebagai “stempel sekolah”.

     Disamping itu, barangkali ini yang terpenting, para kepala sekolah harus mau  melihat bahkan mencari dan mengajak siswanya yang akan lulus tingkat SD tapi berpontensi tidak dapat melanjutkan sekolah. Juga mereka yang teridentifikasi putus sekolah namun masih berminat melanjutkan. Mereka ini harus diupayakan agar mereka tetap bisa sekolah ataupun melanjutkan sekolah. Kepala sekolah memiliki tanggungjawab moral yang besar terhadap anak didiknya. Jangan sampai terjadi begitu siswa kelas VI selesai ujian dan tamat tidak lagi mau tahu apa yang terjadi terhadap mantan siswanya itu. Karena itu komunikasi dengan orangtua siswa khusus siswa kelas VI  harus senantiasa terjalin sampai pada kepastian  bahwa semua mantan siswanya itu masih tetap bersekolah.

    Tentu kita bersedih ketika kepala sekolah tidak lagi memperhatikan hal ini, bahkan tidak ada upaya-upaya  nyata. Tidak ada suatu kiat atau program bagaimana memantau para siswa yang baru saja lulus atau tamat dari sekolah. Apakah mereka bisa melanjutkan atau tidak dan mengapa itu terjadi. Kepala sekolah barangkali terlalu sibuk mengurusi penerimaan murid baru dan penyelesaian pembuatan laporan pertanggungjawab keuangan penggunaan dana BOS atau kesibukan yang lain. Usaha-usaha semacam ini sebenarnya bisa dilakukan bersama dengan komite sekolah. Karena itu harus ada kerja sama yang baik antara  sekolah dan komite.. Bahkan komite sekolah  sendiri sebagai representatif  orang tua murid bisa  mengankatnya menjadi program. Sayangnya saat ini ada Komite Sekolah yang tidak punya program. Pada hal Komite sekolah adalah lembaga resmi yang lahir dari amanat UU Sisdiknas. Sebagai lembaga yang punya Anggaran Dasar dan Rumah Tangga tentu harus mempunyai program.

       Apa yang paling penting dari semuannya adalah penggunaan dana BOS jangan pernah melupakan kepentingan atau kebutuhan sekolah para siswa khususnya siswa miskin, apalagi mengeksploitasinya demi kepentingan sekolah semata. Sebab mereka itulah yang sesungguhnya justru menjadikan sekolah mampu membiayai segala kegiatan operasionalnya. Mereka itulah yang harus menjadi primadona dalam pelayaan pendidikan. Kita tunggu apakah kepentingan dan kebutuhan siswa menjadi bagian prioritas sekolah dalam penggunaan dana BOS?